Di Indonesia, rumput laut secara luas
dimanfaatkan dalam industri kembang gula, kosmetik, es krim, media cita rasa,
roti, saus, sutera, pengalengan ikan dan daging, obat-obatan dan lainnya
(Winarno, 1990). Komposisi utama rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan
pangan adalah karbohidrat, abu, serat pangan, dan sebagian kecil lemak dan
protein. Hasil penelitian Chaidir (2007) menunjukkan kadar karbohidrat pada
rumput laut Euchema
cotonii yang direndam dalam air tawar selama 9
jam adalah 75,36% bk, abu 18% bk, lemak 3,39% bk, protein 0,43% bk dan serat
pangan total 9,62% bb. Serat pangan (dietary fiber) adalah suatau karbohidrat kompleks di dalam bahan pangan
yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Dietary fiber merupakan komponen dari jaringan tanaman tahan terhadap
proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat tersebut
banyak berasal dari dinding sel sayuran dan buah-buahan. Secara kimia dinding
sel tersebut tersusun dari beberapa karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa,
pektin, dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi, dan mucilage (Astawan et al., 2004).
Tabel
1. Produksi Rumput Laut di Indonesia Tahun 1999-2004
Tahun
|
Volume
(ton)
|
2000
|
133.720
|
2001
|
212.478
|
2002
|
223.080
|
2003
|
231.927
|
2004
|
397.967
|
Sumber
: Biro Pusat Statistik, 2005.
Serat pangan (dietary fiber) memiliki efek fungsional yang menguntungkan bagi kesehatan
manusia, diantaranya dapat menurunkan kolesterol darah, memperbaiki
fungsi-fungsi pencernaan, dan mencegah berbagai penyakit degenerative (Astawan et al., 2004). Selain serat, rumput laut juga mengandung iodium yang
merupakan elemen penting dalam pencegahan penyakit gondok. Di Jepang, satu dari
satu juta penduduk yang terkena penyakit gondok, sedangkan di Indonesia sebanyak
12 juta dari 160 juta penduduk yang terserang penyakit gondok (8%). Jarangnya kasus
gondok di Jepang mungkin disebabkan oleh kegemaran masyarakat Jepang mengkonsumsi
rumput laut, terutama kombu (Laminaria aparuca) dan L. religosa.
Penelitian Hunninghake et al., (1994),
pasien yang menderita hiperkolesterolemia setelah diberi serat sebanyak 20 gram/hari,
total kolesterol, LDL, serta rasio LDL-HDL plasmanya menunjukkan penurunan
masing-masing 6%, 8%, dan 8%. Komponen LDL merupakan kolesterol yang berpotensi
menimbulkan penyakit jantung koroner. Serat pangan (dietary fiber) memberikan efek fisiologis dan metabolis karena sifatnya
mampu larut dalam air, kemampuan mengikat air (water holding
capacity), viskositas, kemampuan mengikat molekul
organik dan inorganik, dan daya cerna atau daya fermentasinya oleh bakteri
(Groff dan Gropper, 1999). Karena sifat-sifat tersebut serat pangan dapat
memperlambat penurunan makanan dalam pencernaan, mengurangi pencampuran nutrisi
makanan dengan enzim pencernaan dan
menurunkan aktifitas enzim dalam mencerna makanan. Dietary fiber seringkali identik dengan produk sayuran yang segar. Manfaat
serat dapat diperoleh juga melalui produk olahan yang mengandung bahan dasar rumput
laut. Dalam produk makanan, rumput laut seringkali digunakan sebagai alternatif
bahan yang menguntungkan dan dapat meningkatkan nilai gizi. Penelitian Astawan et al., (2004) menunjukkan bahwa penambahan 30% rumput laut pada kue
putu ayu, 30% pada kue centik manis, 30% pada kue lumpur, dan 40% pada kue donat
masih dapat diterima oleh panelis, baik dari rasa, tekstur, warna, dan aroma. Selain
serat, kandungan iodium dalam rumput laut terbukti dapat meningkatkan jumlah
sel neuron otak kiri anak sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar
(kecerdasan). Selain dalam bentuk makanan, serat pangan banyak dijumpai juga
dalam bentuk cair (minuman) yang banyak dijual dalam berbagai merk dengan
sumber serat yang bermacam-macam. Chaidir (2007) telah melakukan penelitian
terhadap minuman berserat dengan sumber serat berasal dari rumput laut.
Penambahan tepung rumput laut Euchema cotonii 48,7% dalam bahan minuman berserat, dapat meningkatkan kadar
serat pangan (total
dietary fiber) menjadi 41,8% yang terdiri dari serat
pangan larut 36,1% dan serat pangan tidak larut 5,7%, yang berarti bahwa setiap
gram minuman serat mengandung 0,42 gram serat pangan total.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya
mengkonsumsi serat memacu industri makanan dan minuman untuk melakukan
diversifikasi produk dengan produk intinya berupa serat pangan (dietary fiber) dalam bentuk instan. Produk instan merupakan tuntutan
konsumen masa kini yang dituntut serba cepat dan tidak merepotkan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk diversifikasi produk minuman berserat adalah melalui
produk cendol instant. Cendol rumput laut merupakan minuman yang disajikan
dengan komposisi tertentu rumput laut sebagai sumber serat (dietary fiber) dilengkapi cairan pati dan gula merah. Cendol yang ada saat
ini umumnya berbahan dasar dari tepung beras, tepung hunkwee, atau tepung sagu.
Produk ini hampir selalu ada di seluruh Wilayah Indonesia, bahkan di Malaysia
karena rasanya yang enak dan teksturnya yang lembut sehingga disukai oleh
berbagai lapisan masyarakat. Penambahan rumput laut sebagai sumber serat
diharapkan akan mampu meningkatkan nilai jual cendol yang dikenal masyarakat
dari sisi cita rasa dan pada kandungan seratnya sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai sumber serat pangan (dietary fiber) alternative.